pendar purnama di balik malam gosong
malam jatuh sunyi menyepi
celotehan alkohol menggelinjang ketika keringat menjadi manis
aku adalah pejuang kemerdekaan
kemerdekaan hati mendekati mati.
serpihan kayu manis akan memberi rasa berbeda dalam cangkirmu
menukik dengan keras kepala
meresap sampai resahmu lenyap
keringatan tapi tetap berselimut wol tebal
mendendangkan lagu dengan ceria
menggairahkan tubuh untuk bergerak
kamu adalah apa yang kamu pikirkan
iidak seperti pelari
berlari, berlari, berlari
tapi tak mau henti, dia lari tanpa peluh
lalu dari mana asalnya muntahan berbau kelamin itu?
di situ, di balik rahasiamu
aku tahu di tiap relungmu meskipun kamu termenung maupun terisak
dalam diam, ada jawaban tersimpan,
sebaiknya kamu telan
kita mengumbar apapun kesiasiaan
rangkaian kata berubah menjadi selimut hangat
kabel telepn hanya tempat bertenggernya burung
pulang sore hari dengan belati
membelah hujan dengan payung
menanam rindu di ujung pintu
tiadakan rasa cemburu atau semuanya akan jadi belenggu
dan kebebasan menjadi semu
menunggu satu
lalu merindu
dan satu adalah selalu
menjadi perahu
meski adalah rahasia
tapi baik-baik saja
jika kau dengar
pelan
tiap repat jemari yang kau petik
kesemuanya mengernyitkan aliran nada
sederas laju darah pada nadi
sepekat tetesan air mata di keningnya
tuhan hanya separo mengambil rusukku
sehingga aku hanya punya punya rasa
menyayangi, tidak mencintai.
rasa ini suci, sesuci pernikahan dua jiwa di alam mimpi
yogyakarta, 7 Mei 2012
-------------------------------------------------
sebuah malam, kami dibuatnya mabuk oleh kata-kata. kata-kata yang bermain-main ditiap ruang pikiran kami. sebuah malam yang sama dengan malam yang lain, kami meringkuk diantara celoteh-celoteh yang menjelma, jadi puisi.
dari selembar kertas yang berputar, kami menulis bait demi bait hingga bukit menjadi puisi yang sentimentil ini.
No comments:
Post a Comment