Cerita, memang tak bisa sepenuhnya
identik
dengan yang nyata. Sudah pasti, ada yang dipoles
disana. Ada yang direka diantara elemennya dengan sengaja. Entah itu awalannya,
tengahnya, akhirannya, atau keseluruhannya. Kuasanya ada di tangan pencerita.
Ialah yang menentukan arah dilema. Pendengar, penonton biasanya hanya mengikuti
saja, sambil mengangguk percaya pada daya tular emosinya, hingga desahan heran,
tawa girang, sampai tangis kasihan, dikeluarkan tanpa sungkan. Katanya, itu
nikmat rasanya. Sama ketika akhirnya bisa pipis setelah menahan sekian lama.
Enak, lega.