.

.
"The stars shall fade away, the sun himself grow dim with age, and nature sink in years, but thou shalt flourish in immortal youth."

Saturday, October 29, 2011

SEDETAK JARUM JAM CITTA


Oleh Rukii Naraya


Waktu kecil Paramitha Citta Prabaswara adalah sosok yang pendiam, duduk di sudut kelas membuat sebuah komik di lembaran-lembaran kertas bergaris yang walaupun komik itu tidak pernah ia selesaikan.
“Saya sering dibilang judes, padahal tidak” katanya.
“Dan, Saya juga gemar sekali menyanyi…tapi pakai bahasa sendiri”
“Sampai sekarang, Saya tidak tahu apa arti dari nyanyian Saya dulu.”
“Suntap anak!” ia menirukan dirinya saat ia menyanyikannya dulu.
“Apa itu Suntap?”
“hahahaha”


Citta kecil bersekolah SD sampai SMP di Al Ikhlas di Jakara. Kemudian melanjutkannya di SMU 39 Jakarta.
“Dulu saya suka sekali main PSX, dan sempat hobi saya bikin prototype senjata 1:1 Tomb Raider dari kertas dan selotip hahaha.”
“Saya suka coklat dan sangat tidak menyukai belajar, apalagi dipaksa. Kecuali matematika deng.” Ujar perempuan yang lulus S1 tahun 2010 di FSRD ITB jurusan Seni Rupa - Seni Grafis.
“Sekarang saya baru masuk semester pertama di S2 FSRD ITB juga Seni Rupa jalur kekaryaan. “


“Ceritakan tentang kotamu..” kataku.
“Saya lebih nyaman cerita tentang Bandung walau itu bukan kota asal saya, di sini sangat kondusif untuk berkarya dibanding kota asal saya, Jakarta.”
“Saya beruntung hidup di lingkungan seni akademisi yang isinya orang-orang yang suportif, saling support satu sama lain, link, dosen, senior, ilmu pengetahuan dan lain-lainnya.”
“Kebutuhan berkarya pun mudah sekali diraih.”
“Hal ini yang sangat memperngaruhi saya dalam berkarya”
“Keluarga berperan sebagai penyokong semangat dari dalam, temen-temen sebagai penyokong semangat sekaligus rival dari luar”
“Semakin saya melihat karya-karya teman-teman yang bagus, semangat Saya untuk eksplorasi pun lebih terpacu.”
 “Berbeda dengan Jakarta, keluar rumah saja sudah malas. Panas. di rumah pun malas.”
“Panas.”

“Bagaimana perkembangan seni di Bandung?”
“Di Bandung seniman-seniman mudanya sangat berkembang pesat (banget). Saya senang di sini. dan karya-karya mereka pun out from the box.”
“Tidak cuma sekedar di atas kertas, kanvas, patung batu dkk, tapi mereka mengeksplorasi ke media yang tidak terpikirkan sama sekali misalnya boneka, video, bahkan elektronis. makanya di ITB pun ditambah jurusan seni, Seni intermedia”
“Saya tidak pernah bosan atau mungkin belum”
“Setiap harinya saya mendapati kabar mereka yang selalu berkarya dan bikin saya dipacu juga berkarya”
“Perkembangan seni di kota lain pun tidak kalah berkembang pesat dan senang rasanya untuk ditinjau lebih lanjut. Terutama Jogja dan Jakarta”
“Apalagi di era kontemporer seperti sekarang eksplorasi seni mereka pun hebat-hebat. Kalau seniman-seniman muda antar kota berkolaborasi pasti luar biasa bagusnya”
“Karya - karya anak-anak muda Jogja dan Jakarta cenderung ekspresif, Saya sering dibikin merinding ngeliatnya, walau pesan yang disampaikan pun kadang-kadang saya tidak mengerti juga”
“hahaha terlalu tersirat, tapi banyak juga yang gamblang”
“Yang jadi masalah sih perkembangan seni di Indonesia. Sangat disayangkan, Indonesia kalah jauh dibanding negara lain”
“Dan sumber permasalahan terletak di negara ini, dimana Seni Rupa kurang diterima oleh masyarakat luas, sehingga seniman-seniman muda yang punya karya-karya hebat kurang mempunyai media penyalur ke Indonesia global dalam menunjukkan karya dan proses karya mereka”
“Pengetahuan seni Indonesia menurut saya kurang sekali. Masih dipandang sebelah mata, dan yang diterima kebanyakan seni yang cuma bersifat estetis”


“Kapan kamu berkenalan dengan dunia seni, Citta?”
“Hmmm…kapan ya?”
Jujur saya tidak ingat kapan dan bagaimana pastinya saya pertama kali menyukai seni”
“Yang saya ingat, pelajaran favorit dari TK itu Seni Rupa”
“Dan ini adalah hal yang benar-benar saya kuasai pkai “hati”
“Saya dulu suka kebudayaan Jepang dan Matematika, tapi tidak pernah terbayang mau apa nantinya.”
“Walau ketika lulus pun masih ragu-ragu milih dunia ini, tapi saya bersyukur sampai sekarang saya merasa ini adalah pilihan yang tepat”

“Apa rasanya?”
 “Saya merasa 'berguna'. Berguna bagi diri sendiri, dan 'sekitar'. Senang karena dapat berkreasi, sekaligus pemuasan batin, dan juga itu hal yang 'berguna'. not useless.” 

Siapa orang yang mempengaruhimu dalam berkarya? Maksudnya siapa yang kamu kagumi?”
Yanagi Miwa,” Jawabnya mantap.
“Walau dia bukan pelukis atau penggambar, dia adalah seniman fotografi.”
“Hyper-pictorialism”
“Dalam sekali lihat, saya langsung jatuh hati pada karya-karyanya. karya-karyanya merupakan foto surreal”
“Berbeda dengan karya saya, karya saya merupakan  karya drawing yang lahir dari eksplorasi yang dimulai dari karya Yanagi Miwa.”

“Nah, memangnya apa yang ingin kamu sampaikan lewat karyamu?”
“Karya saya lebih ke personal.  Kebanyakan self-portrait, Karena manusia yg paling saya kenal ya saya sendiri”
“Itu berlaku untuk karya manual maupun digital. bedanya kalau manual, konten atau latar belakang karya itu permasalahan personal yang sangat dalam”

“Hmmm….sampai saat ini, media apa yang kamu rasakan nyaman?”
“Di watercolor saya total dan senang, karena inilah teknik yang menantang sekaligus menyenangkan tapi alhamdulillah saya cukup kuasai, bagaimana mengatur media liquid nan labil itu menjadi figur yang solid dan hasilnya pun sulit ditebak tapi memuaskan.”
“Media atau teknis yang saya coba cukup banyak. Pensil, pen, dari grafis pun teknik etsa, cukil kayu, lithography, dan lain-lain”
“Tapi teknik-teknik tersebut sangat membatasi kebebasan saya menggambar karena medianya kurang menunjang bentuk visual yang saya mau visualisasikan”
“Misalnya cukil kayu atau etsa, gradasi warnanya kurang bisa mencapai hasil yg saya inginkan dan hanya bisa diterapkan di teknik watercolor ”

“Apa pengalaman menarikmu saat kuliah?”
“Tahun pertama saya benar-benar tidak tahu media berkarya yang pas itu apa. Total masih buta dan mau eksplorasi pun bingung mulai dari mana. Juga syok karena temen-temen Seni Rupa seangkatan rata-rata jauh lebih skillful.”
“Sempat minder. Akhirnya taun ke-2 karena mulai bebas eksplorasi, saya terus latihan drawing di seni grafis. tapi tetap merasa paling bego. karena saya sering gambar anime.”
“Tahun ke-3 saya mulai ekplorasi drawing realis dengan ngambil subjek-subjek surealis”
“Di seni grafis, media yang paling cocok untuk saya yaitu lithography, karena teknisnya mendekati drawing - hand drawing.
“Litho itu adalah menggambar di batu limestone menggunakan media berlemak (crayon, dermatograph). Dan karena keterbatasan teknis, saya butuh teknis yang lebih bebas dieksplor (warna, media, efek visual) akhirnya saya beralih ke watercolor.” 

“Karyamu yang paling berpengaruh, Citta?”
“Karya yang benar-benar berpengaruh yaitu karya Tugas Akhir saya yang berjudul Wheel of Time” “Terdiri dari 24 jam dinding, yang bercerita tentang 'waktu'”
“Waktu yang menggangu.”

“Menarik”
“Ya, konsep dari TA saya itu tentang waktu”
“Saya mengerjakan TA itu benar-benar diangkat dari permasalahan saya waktu itu”
“Bahasa kasarnya sih dikejar-kejar deadline”
“Waktu, dimana kita dikontrol. Waktu mengontrol kita dalam hidup, di gaya hidup manusia modern ini. Detik-detik waktu pun terasa mengganggu. Setiap saat kita melihat jam untuk "eh udah jam brapa nih?"
“Di 24 jam itu saya visualisasikan seperti itu, badan terdistorsi dimana-mana menggambarkan 'ketidak-nyamanan' fisik/batin karena problem waktu tersebut”
“Setiap buah jam di situ merepresentasikan kegiatan saya setiap jamnya. dibagi menjadi 4 part
“Waktu tenang, kerja, main dan istirahat”


2011 

No comments:

Post a Comment