.

.
"The stars shall fade away, the sun himself grow dim with age, and nature sink in years, but thou shalt flourish in immortal youth."

Sunday, October 23, 2011

RYAN MCGINLEY: so young so artsy


By: Brigitta Isabella

Ryan McGinley. Naked Highway, 2007 (merupakan cover album kelima Sigur Ros, Með suð í eyrum við spilum endalaust atau With Buzzing in Our Ears We Play Endlessly)
Ryan McGinley. Naked Highway, 2007 (merupakan cover album kelima Sigur Ros, Með suð í eyrum við spilum endalaust atau With Buzzing in Our Ears We Play Endlessly)
Youth, nude and freedom adalah tiga kata yang menurut saya sangat menggambarkan karya-karya fotografi Ryan McGinley. Mcginley bukan hanya berjiwa muda, dia memang masih muda. Usianya baru 24 tahun saat menggelar pameran tunggal di Whitney Museum of American Art, alias orang yang paling muda yang pernah berpameran disitu pada tahun 2003. Pada tahun yang sama dia dianugerahi “Photographer of The Year” oleh American Photo Magazine dan tahun 2007, dia kembali mendapat penghargaan dari International Center of Photography. Aric Chen dalam majalah Wallpaper April, 2008 menyebut Ryan Mcginley sebagai: “His generation’s unofficial portraitist, and ringmaster of wandering youth.” 


Karya-karya Mcginley membekukan semangat jaman (zeitgeist) generasi muda jaman sekarang. Dengan dasar pendidikan desain grafis ternyata fotografilah yang mampu menyampaikan ide-ide kreatif di kepalanya. Mcginley mulai memotret sejak tahun 1998. Besar di New Jersey, kehidupannya dekat dengan skateboards, grafitti, musik dan seni jalanan. Itulah yang Mcginley coba tampilan dalam proyek fotografi pertamanya yang berjudul “The Kids are Alright”. Sebuah gambaran dari dekat tentang sebuah subkultur yang terus berkembang serta potret kehidupan remaja yang liberal, hedonis dan bahagia. Orang menyukai karyanya karena gambaran yang ia buat sangat optimistis dan menyenangkan. Berbeda misalnya dengan karya fotografi Nan Goldin atau Larry Clark yang juga memotret anak muda pada jamannya namun hal tersebut digambarkan sebagai sebuah kehidupan yang suram dan menyakitkan, sebuah efek buruk atas sex, drugs and rock n roll.

Ryan Mcginley. Dash Bombing, 2000
Ryan Mcginley. Dash Bombing, 2000
Ryan Mcginley. BMX, 2000.
Ryan Mcginley. BMX, 2000.
Mcginley adalah pemuda cerdas yang mungkin juga beruntung. Hal tersebut bisa kita lihat dari cerita tentang perjalanan karirnya. Tahun 2000 ia menyelenggarakan pameran “The Kids are Alright” di Manhattan. Ia lantas membuat buku kumpulan foto pamerannya yang pertama secara manual, bermodal komputer dan printer di rumahnya, lantas menyebarkannya kepada orang-orang yang ia kagumi di dunia seni. Buku tersebut sampai pula ke tangan Sylvia Wolf yang bekerja di Whitney Museum. Wolf tertarik dengan karya-karya Mcginley karena menurutnya karya ini merupakan sebuah kolaborasi fantastis antara orang yang difoto dan sang fotografer. Orang-orang dalam karya-karya McGinley ini adalah anak muda yang sadar bahwa identitas dapat dibangun dalam sebuah foto, bukan sekedar ditunjukkan. Perilaku inilah yang menurutnya mengubah “jabatan” mereka, bukan lagi sebagai objek, melainkan sebagai subjek. Kolaborasi antara McGinley dan modelnya adalah sebuah kerjasama yang luar biasa.
Tidak berhenti disitu McGinley kembali mencoba menggambarkan kultur anak muda yang lainnya dalam proyek Irregular Regular : pemujaan. McGinley memotret di 200 konser Morrisey, vokalis The Smiths yang dipuja remaja dari tahun 80-an sampai saat ini. McGinley berfokus pada ekspresi para penonton yang datang ke konser Morrisey, wajah-wajah ternganga menatap pujaannya menyanyi di bawah temaram lampu panggung. Ekspresi-ekspresi ini ditangkap McGinley dari dekat, close up dan diwarnai dengan saturasi yang tinggi, warna-warna merah, kuning, biru yang menambah kesan teaterikal dan dan dramatis. Dalam foto-foto ini kita bisa melihat perilaku ekstrim para fans fanatik yang mencintai Morrisey sampai ekstase, sehingga tidak sadar ketika difoto bahkan dari dekat. Jika ditarik lebih jauh, McGinley ingin menunjukkan bahwa perilaku pemujaan ini tidak berhenti sampai sekedar menghapal semua lagunya, kultur anak muda dibangun dari apa yang ia puja dan akhirnya ia teladani. Morrisey yang gay, vegetarian, anti rasis mungkin telah banyak mengubah sikap hidup para penggemar fanatiknya.

Ryan McGinley. Morrissey 25, 2006.
Ryan McGinley. Morrissey 1, 2004
Karya-karya awal McGinley kebanyakan diambil secara snapshot dengan kamera 35mm nya, Yashica T4s dan Leica R8s. Belakangan, McGinley menyadari bahwa ia tidak bisa terus-menerus menungu momen datang untuk dipotret; membuang waktu, menurutnya. Ia akhirnya mencoba menciptakan momen tersebut. Jika fotografi dikatakan sebagai pembeku momen, maka karya-karya McGinley kali ini membekukan sebuah panggung dalam kehidupan. Dalam proyek “I Know Where the Summer Goes” (diambil dari judul lagu Belle and Sebastian), McGinley mengajak 16 teman-temannya untuk melakukan sebuah perjalanan menjelajahi Amerika untuk melakukan sesi pemotretan. Dengan lebih dari 4000 rol film, McGinley menghasilkan 15000 foto yang menceritakan fantasinya tentang kehidupan. Limapuluh dari foto-foto tersebut dikurasi dan dipamerkan di Team Gallery tahun 2008. Adalah kegembiraan anak-anak muda yang telanjang, bermain di gurun pasir, merokok, berenang di danau, atau berciuman dengan bebas yang ia rekam; menggambarkan kebebasan, kemurnian dan ketidakpedulian anak muda dengan situasi dunia yang semakin tidak beres ini. Ketelanjangan para model menampilkan keerotisan, yang juga menampilkan kenaifan serta kegembiraan dan kecuekannya menggambarkan sesuatu yang kasual tapi tetap terorganisir. Mengutip Martha Schwendener, I Know Where the Summer Goes adalah “an accessible eden”.

Ryan McGinley. Ann (windy truck), 2007
Ryan McGinley. Ann (windy truck), 2007.
Ryan McGinley. Falling Sand, 2007.
Ryan McGinley. Falling Sand, 2007.
Ryn McGinley. Diving Water, 2007.
Ryn McGinley. Diving Water, 2007
Ryan McGinley. Marcel, Ann, Coley, 2007
Ryan McGinley. Marcel, Ann, Coley, 2007
Sementara itu, proyek terbaru McGinley yang dimuat dalam TAR magazine tahun 2008 juga masih seputar tema youth culture. Hanya saja kali ini ia mengemasnyanya dengan cara berbeda. Dengan beberapa model yang (tetap) telanjang, ia memotret mereka di studio, black and white dengan pose yang cukup aneh dan ekspresi yang datar, agak cuek. Foto hitam putih memberi efek simpel dan menghilangkan segala aspek diluar personal. Jika sebelumnya ia mengkorelasikan tubuh dengan alam, maka disini ia terfokus kesadaran akan tubuh. Ekspresi yang datar dan cuek menghilangkan kesan erotis dalam ketelanjangan para model. Makna yang ditimbulkan pun bukan kegalauan atau kesedihan seperti karya-karya Nan Goldin atau Larry Clark, tapi sikap apatis, santai, tidak pedulian dan nyaman dengan tubuhnya. Mungkin inilah sosok anak muda yang McGinley tangkap atau bisa jadi ia impikan. Dengan judul “Everybody Knows This is Nowhere”, seri fotografi ini mengangkat sikap cuek anak muda–yang tetap dibarengi dengan kesadaran diri untuk dijadikan sebuah alternatif atas dunia yang semakin tenggelam dalam persoalan global.

Nama Mcginley saat ini semakin melambung. Ia telah memotret berbagai model-model ternama seperti Kate Moss, Agyness Deyn, dan Ellen Page dalam fashion featured di beberapa majalah ternama seperti NY Times, French Vogue, POP, W magazine dan sebagainya. Walau kini berdekatan dengan industri, McGinley tetap memegang teguh konsepnya dalam memotret sehingga selalu ada ciri khas dalam tiap-tiap fotonya. Pose unik, angle asimetris yang indah, warna-warna vintage yang menyentak dan konsep ‘free and fun’ adalah sesuatu yang terus digali McGinley agar karya-karyanya terus berkembang. McGinley memang pantas dijadikan sebagai “Best Photographer of this Moment”. Karya-karyanya berhasil menangkap semangat jaman generasi muda saat ini yang rebel dan haus akan kebebasan. Ia juga menawarkan sebuah fantasi akan kehidupan yang lebih baik jika kita bisa menyikapi hidup dengan lebih fun

No comments:

Post a Comment