Oleh Nadya
Natasha
Siang itu cukup panas, kami bertemu
di sebuah kedai kopi di pinggir kota Jakarta. Perempuan bertalenta itu sudah
duduk menunggu kedatanganku yang terlambat beberapa menit.
“Hai, Diani ya?”
“Iya. Kita kita mau duduk disini aja atau dimana?”,
jawabnya ramah.
Setelah memilih tempat duduk paling
nyaman dan memesan 2 gelas kopi bercampurkan karamel, kami pun mulai saling
mengenal dan bercerita.
“Bagaimana kehidupanmu di masa kecil?
“Lahir dan tumbuh besar di Bandung. Masa kecil Saya cukup bahagia.. umum seperti perempuan lainnya Saya juga pernah punya
koleksi boneka barbie. Dari dulu
selalu sekolah dekat dengan rumah. Dulu sebenernya
ingin masuk ke SMP favorit di Bandung, tapi karena cukup
jauh dari rumah jadinya gak dibolehin sama orang tua. Selama masa remaja pun
pernah mengalami beberapa transformasi dari mulai gaya punk, indie sampai ke tomboy.” Ujar
perempuan penyuka kuliner ini.
Setelah menyelesaikan studinya di
FSRD Institut Teknologi Bandung, saat ini Diani Apsari bekerja untuk untuk Centro Department Store divisi visual merchandiser bagian grafis.
“Apa yang
paling menarik dalam hidupmu
sampai saat ini?”
“Hmm apa ya? Banyak sih. Sepertinya
hidup saya cukup lucu, hahaha”
“Kalau
tentang menggambar
ada yang paling Saya ingat.
Saya dulu langganan
majalah Bobo
dan koran Republika.
Nah, di Republika
suka ada kontes gambar. Waktu itu iseng aja disuruh mama juga buat ikutan
kirim. Akhirnya menang, dimuat di korannya dan dapet uang 35 ribu. Pada saat
itu seneng banget, apalagi kan masih kecil. Dapet uang langsung dipakai untuk beli pensil warna.”
“Ada juga cerita sedih”
“Jadi ibu saya punya teman, dia sakit kanker.
Terus waktu itu Saya jenguk dia ke rumah sakit, pas disana Saya sempet bertanya ‘tante mau makan apa?’ lalu dia jawab ‘mau makan Rafioli’ akhirnya dicariin sama anaknya dan Saya pulang abis itu. Eh
besoknya dapet kabar dia udah meninggal. Sampe sekarang kalau Saya ke tempat makan Italia dan melihat Rafioli di menunya, Saya pasti teringat dengan si Tante ”
“Apa yang
mempengaruhimu dalam hidup dan berkarya?”
“Hal-hal disekitar saya, orangtua dan pacar”
“Ada sebuah film judulnya Le.Fabuleux.Destin.d'Amélie.Poulain,
itu film dari Perancis dan juga dari buku-buku jadul kaya Tin-Tin dan buku
serial Tina dari Belanda. Mostly yang
banyak inspirasi saya itu yang berbau vintage sih.
Bahkan dalam berkarya.”
“Sejak kapan
dan gimana akhirnya sampe bisa kenal dengan dunia seni?”
“Dari kecil memang sudah suka ngegambar. SD kelas 1 sudah ikut les dan juga ikut lomba-lomba
menggambar antar kelas. Dulu saya suka menang lombanya dan merasa ada suatu pencapaiannya dari menggambar.
Kalau kebanyakan teman waktu kecil pas ditanya mau jadi apa dan kebanyakan dari mereka jawab
dokter atau astronot, saya selalu jawab kepengen jadi pelukis. Selain itu juga karena ayah orang seni juga jadi
keluarga pun selalu support saya dalam dunia seni.”
“Media apa
yang dipakai buat berkarya? Nyaman gak sama media itu?
“Sampai
saat ini masih menggunakan watercolor. Watercolor itu salah satu media yang sulit namun saya menikmatinya dan tetap merasa nyaman
soalnya feel-nya lebih dapet.”
Pernah coba media lain?”
“Hmm.. waktu itu pernah sih nyobain digital coloring, tapi gasuka. Selain
itu juga pernah nyoba acrylic. Enak
juga dipakai tapi belum mencoba lagi jadi masih
belum explore lebih jauh.”
“Kenapa
awalnya bisa jadi desainer?”
“Awalnya itu dulu saya bersama 3 orang teman membuat desain untuk tugas kuliah. Nah
bulan Mei 2009 kita iseng ikut Indonesia Graphic Design Award pakai desain tugas kuliah kita itu, dan ternyata menang
juara 1! Dari situ ditawarin mendesain buat company profile untuk kandura keramik”
“Tantangan
apa yang suka ada setiap ngerjain proyek?”
“Tantangannya adalah dimana saya
cuma bisa ngerjain proyek sehabis pulang kerja. Harus keep things in balance antara kerja dan
berkarya.”
“Sejauh ini
proyek apa yang paling menarik buat kamu dan kenapa?”
“Yang paling menarik ketika bikin ilustrasi cover L’alphalpha karena gambar anak-anak kecil dengan suasana
rada jadul.”
“Apa rasanya ketika berkarya?”
"Saya selalu merasa harus
bisa melakukannya semaksimal mungkin."
“Siapa orang/designer/illustrator
favorit yang mempengaruhimu dan memberikan inspirasi dalam berkarya?”
"Ada Pak Suyadi, illustrator
yang bikin Si Unyil. Karyanya simpel hanya menggunakan pena tapi berasa banget.
Terus juga Tino Sidin karena apresiasinya yang tinggi. Sama Marjane Satrapi seorang
komikus perempuan dari Iran."
“Apa yang ingin kamu ceritakan
dari karyamu?”
"Karena tertarik sama
anak-anak kecil yaa lebih senang kalau menceritakan anak kecil di jaman dulu
yang saya mix sama keadaan sekarang
plus kejadian sehari-hari"
“Walaupun pertama kalinya bikin
ilustrasi architectural untuk buku 'a
life traveler' tapi akhirnya kamu berhasil juga. Pernah ngerasa ada
ketakutan/keraguan tersendiri ga dalam menerima proyek desain yang baru seperti
itu?”
"Sedikit. Karena kelemahan saya
adalah kesulitan untuk menggambar perspektif."
“Setelah sukses dengan proyek
ilustrasi yang udah-udah, rencana kedepannya mau ngapain di dunia design? Bikin
suatu gebrakan mungkin?”
"Ingin membuat karya yang
ukurannya lebih dari A3 dan mau punya karya pribadi yang berkonsep. Cuma sejauh
ini gue belum berada di taraf percaya diri untuk menjual karya."
2011
No comments:
Post a Comment